Senin, 30 September 2013

HADIAH MERAH

" Pernah suatu malam, tak ingat waktu tepatnya ada diantara dua manusia yang saling bertemu tak sengaja sepertinya, mereka telah berteman ternyata walau hanya di dunia maya dua tahun yang lalu. dan pada malam itu berpapasan saling sapa antara satu sama lain dengan kecanggungan masing-masing. obrolan dibuka dengan saling memperkenalkan nama, walaupun sudah bisa saling baca nama satu sama lain. Malam semakin larut begitupun dengan kecanggungan kedua anak manusia itu, larut bersama suasana yang mencair dingin. entah kapan mereka akan bertemu kembali karena terpaut jarak yang sebenarnya tak berlaku di dunia mereka...."

Diselasar tikar ini tak ada beda antara petang panjang dengan senja kala, tetap berkata-kata seperti tak pernah ada jeda. Apa benar tadi turun hujan? atau sekedar gerimis saja yang menangisi bayanganmu yang sebentar lagi mati. Apa kau tahu bayangan? budakmu yang selalu menemani kemana saja kau meninjau, seringkali ia bersetubuh dengan dingin, apalagi gemerlap gelap.
Di semalam seribu malam yang aku tunggui tangga serotonin dan endorpin yang aku jaga sengaja, setetesnyapun tak kubiarkan menggantikan aliran darah ibuku yang mengalir di nadinya. Tetapi kau menyalakannya begitu saja, memadu satu menjadikan dini itu seperti batu. Telah aku ketuk pintu yang menurutku gerbang yang menghening sebening es yang berdenting dan akan terus membeku baku jikalau tak aku panasi dengan bara api yang mengobar. Kau ungkap seriap kata yang mengasing walau tak serba luning bagi bayangan endorpinku, begitupun serotoninku yang mulai memilin.
Teramat melelahkan dini itu, setelah sebelumnya malam dan rembulan bergumul penuh hasrat di perapian dekat dermaga yang baru roboh tiga menit yang lalu, tetapi tak seperti mati yang lalu, suri ini, ya kali ini sepertinya akan mengucurkan banyak darah dari kedua rahimku setelah tamumu yang lain memergokiku sedang mencumbu ari-ari yang kau sajikan entah untuk siapa di ruang tamu.
Ah, menungguimu seolah hal yang percuma, berjalan sepanjang rel kereta dan sesekali duduk di perapian bersama bocah-bocah lusuh yang dipenuhi "raja singa" membiarkanku mati dengan sendirinya.
Detak detik menemui titik, diam menenggelam sekelam memalam dini itu, pintu-pintu menyulam alam. menyilami ranjang panjang yang aku ikat pekat kedua tanganmu yang rungu di deret kayunya.

Untukmu yang aku salahi ketukannya, dapatkah kau ikuti abneaku malam ini sayang?
"CS"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar