Senin, 30 September 2013

Berkebun yuk...

Ada banyak cara mengisi waktu luang dari mulai jalan-jalan, malas-malasan, hingga mungkin kepo-in profil orang. tak menjadi masalah yang besar, selama dapat mengontrol dan agak meredakannya. biasalah, apalagi anak-anak muda yang mulai berbicara soal asmara. lain halnya dengan Indonesia.
 Kita semua tahu tanah-tanah di Indonesia terbilang subur jika dibandingkan dengan negara-negara di benua asia lainnya. Pulau jawa apalagi, banyak terhampar persawahan sebagai tanda pemasok bahan pangan utama di Indonesia. Bogor salahsatunya,  kota hujan yang sebentar lagi dibanjiri angkot. memang sepertinya kita harus mulai peka dan membuat terobosan baru sebagai metode yang solutif untuk pemda khususnya dan warga pada umumnya.

dari waktu luang, tanah subur, bogor, hujan, sayang sekali sepertinya jika sumberdaya yang ada tidak diarahkan kearah yang positif, berkebun misalnya. menanam, menghijaukan lingkungan sekitar syukur-syukur bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari kita akan buah, maupun sayuran. seperti teman-teman di asrama Sylvapinus, salahsatu asrama S1 reguler IPB yang terletak di desa Dramaga. di asrama ini ada sebuah klub berkebun yang diberi nama Sylvapinus Gardening Club (SGC). klub ini mengarahkan penghuni asrama ini untuk selalu mencoba bercocok tanam, seberapa luaspun lahan yang dimiliki tak menjadi masalah yang terpenting mau belajar berkebun belajar berproses dari mulai membuka lahan, menyemai benih, menanam, memupuk, hingga memanen untuk kemudian bisa disajikan dalam bentuk masakan sayuran misalnya.


Cabai salahsatunya, buah ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi untuk para penghuni asrama, sebagai pelengkap mie rebus, nasi goreng, bahkan sebagai bumbu rujak pun kegunaan lainnya.bermanfaatkan...Sembari mengisi luang, kita coba belajar berkebun, mencoba merasakan para petani, banyak cara yang bisa kita lakukan, ayo segera tanam, maka kelak kau akan menuai.

HADIAH MERAH

" Pernah suatu malam, tak ingat waktu tepatnya ada diantara dua manusia yang saling bertemu tak sengaja sepertinya, mereka telah berteman ternyata walau hanya di dunia maya dua tahun yang lalu. dan pada malam itu berpapasan saling sapa antara satu sama lain dengan kecanggungan masing-masing. obrolan dibuka dengan saling memperkenalkan nama, walaupun sudah bisa saling baca nama satu sama lain. Malam semakin larut begitupun dengan kecanggungan kedua anak manusia itu, larut bersama suasana yang mencair dingin. entah kapan mereka akan bertemu kembali karena terpaut jarak yang sebenarnya tak berlaku di dunia mereka...."

Diselasar tikar ini tak ada beda antara petang panjang dengan senja kala, tetap berkata-kata seperti tak pernah ada jeda. Apa benar tadi turun hujan? atau sekedar gerimis saja yang menangisi bayanganmu yang sebentar lagi mati. Apa kau tahu bayangan? budakmu yang selalu menemani kemana saja kau meninjau, seringkali ia bersetubuh dengan dingin, apalagi gemerlap gelap.
Di semalam seribu malam yang aku tunggui tangga serotonin dan endorpin yang aku jaga sengaja, setetesnyapun tak kubiarkan menggantikan aliran darah ibuku yang mengalir di nadinya. Tetapi kau menyalakannya begitu saja, memadu satu menjadikan dini itu seperti batu. Telah aku ketuk pintu yang menurutku gerbang yang menghening sebening es yang berdenting dan akan terus membeku baku jikalau tak aku panasi dengan bara api yang mengobar. Kau ungkap seriap kata yang mengasing walau tak serba luning bagi bayangan endorpinku, begitupun serotoninku yang mulai memilin.
Teramat melelahkan dini itu, setelah sebelumnya malam dan rembulan bergumul penuh hasrat di perapian dekat dermaga yang baru roboh tiga menit yang lalu, tetapi tak seperti mati yang lalu, suri ini, ya kali ini sepertinya akan mengucurkan banyak darah dari kedua rahimku setelah tamumu yang lain memergokiku sedang mencumbu ari-ari yang kau sajikan entah untuk siapa di ruang tamu.
Ah, menungguimu seolah hal yang percuma, berjalan sepanjang rel kereta dan sesekali duduk di perapian bersama bocah-bocah lusuh yang dipenuhi "raja singa" membiarkanku mati dengan sendirinya.
Detak detik menemui titik, diam menenggelam sekelam memalam dini itu, pintu-pintu menyulam alam. menyilami ranjang panjang yang aku ikat pekat kedua tanganmu yang rungu di deret kayunya.

Untukmu yang aku salahi ketukannya, dapatkah kau ikuti abneaku malam ini sayang?
"CS"

Sabtu, 28 September 2013

Pinton Pohon

Getar-getar jari gitar bersenar sebinar purnama malam yang aku janjikan hangat bersama secangkir kikir teh penghangat penat, di sana ada aku dan pena yang berbayang tinta berita lama.
Ada yang berbeda pada sore itu,dedaunan mau saja diterbangkan angin padahal kutilang pun tak bersetubuh dengannya.Apa jadinya malam jikalau purnama saja yang terpandang di berandanya,tak berdatang dan tak berpulang begitupun tak beraroma serindunya sedap malam kepada lampu. Pepohonan seperti terdiam,entah apa yang mereka pikirkan aku ataukah dirimu? atau secangkir susu hangat barangkali. Apakah kau kedinginan dini ini?bicara saja,biarkan purnama yang temani rerama malam sampai senja.aku suguhkan saja untukmu obrolan singkat khas seribu satu malam yang tak kau akan dapatkan di duniamu sekarang.Tapi,bukankah seratus tahun silam kau minta aku ajarkan cara bercumbu yang paling asing? kalau kau siap,jejarkan saja kulit-kulit bibirmu yang lentik,kita bercumbu saja malam ini,dini ini,siang ini sampai purnama mual melihatnya, dibawah pohon dan tuhan.
Lelangit kosong saja yang bohong kepada nada tangga-tangga yang dijinggai beribu pelampiasan embun menjadi batu,padahal dini ini kita sedang bimbang bertukar latar tentang musik-musik yang kita pelajari dari mimpi.
Cukupkan saja kita tata dunia kita dengan membeda antara aku,pohon dan tuhan yang selalu senang aku cumbui berpohon lakon.
Untukmu yang tak buta rasa, masihkah kau kehujanan sayang?